INDOPOS.CO.ID – Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay meminta agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak menganggap sederhana persoalan kebocoran data pemilih tetap (DPT) dari website KPU. Kabar kebocoran itu bisa memicu respons publik dan berimbas pada kepercayaan publik terhadap muruah lembaga, bahkan memunculkan persepsi negatif di mata publik.
“Memang kita jangan menganggap enteng bahwa satu hal itu berdiri sendiri. Jadi bisa merembet ke hal yang lain. Ini kan persoalan kepercayaan, persoalan persepsi,” ujar Hadar Nafis Gumay dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (2/12/2023).
Saat ini, publik tengah dilanda kekhawatiran terkait data mereka yang ada di server KPU dan lebih luas pada legitimasi hasil pemilu. Menurut Hadar, adanya anggapan bahwa kebocoran data bisa memengaruhi hasil pemilu adalah persepsi publik saat merespons kerentanan sistem KPU.
Kendati demikian, Hadar menilai terlalu jauh untuk mengaitkan kebocoran data pemilih dengan rekayasa hasil pemilu.
“Bahwa data ini kemudian bisa dimanfaatkan ke suara, itu agak jauh. Kalaupun ada pemanfaatan, tetap ada sistem-sistem, benteng-benteng yang memagari suara yang diberikan. Tapi kalau persoalan persepsi orang, pemahaman orang, itu kan tidak semuanya tahu secara rinci,” katanya.
“Data suara kan belum ada, suara baru nanti terbentuk. Jadi tidak menyambung. Jadi jauh kalau toh ada sambungannya,” imbuhnya.
Sebaliknya, Komisioner KPU periode 2012-2017 ini meminta KPU untuk memberikan pemahaman pada publik sejauh mana dampak dan imbas kebocoran data itu.
Ia menekankan pentingnya KPU untuk memberikan respons cepat dan kepastian pada publik. “Karenanya respons cepat, keterbukaan KPU memastikan sesungguhnya apa yang terjadi, itu menjadi penting,” tandasnya.
Menurutnya, KPU tidak bisa lagi menjawab persoalan tersebut dengan normatif. KPU harus bersikap terbuka dan memberikan penjelasan gamblang terhadap kejadian tersebut. Hal itu penting untuk mengedukasi dan memberikan rasa kepercayaan pada publik terkait keamanan data mereka.
“Jadi tidak bisa juga dia terus saja masih bilang ‘ini kami sedang mempelajari’, ini apa benar-benar mereka tidak punya kompetensi untuk mengurus ini atau bagaimana? Atau mereka memang tidak mau jujur?” tegasnya.
KPU harus jujur dan terbuka dalam menjawab pertanyaan publik. Selain itu, KPU juga harus mampu mengkolaborasikan penanganan sistem teknologi informasi (IT) mereka dengan banyak pihak, tidak hanya pada lembaga negara.
“Menurut saya, kejujuran itu menjadi penting, cepat, dan kemudian membuka sebetulnya apa yang terjadi. Sehingga masyarakat semua akan paham,” katanya.
“Keterbukaan itu penting, selain melibatkan banyak pemangku kepentingan lain di luar yang punya kompetensi, para akademi, ahli IT, profesional IT. Jadi jangan hanya mengandalkan lembaga negara, tapi terbukti (kebocoran data),” imbuhnya. (nas)