INDOPOS.CO.ID – Kemunculan berbagai gerakan publik untuk Pemilu 2024 menandakan besarnya harapan publik untuk pemilu yang beretika dan taat asas.
Pernyataan tersebut diungkapkan Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khairunnisa Nur Agustyati di Jakarta, Rabu (17/1/2024) kemarin.
Ia menilai wajar jika banyak inisiatif publik untuk mengawal jalannya proses pemilu. Inisiatif tersebut muncul karena publik tidak ingin proses pemilu ini berjalan tidak sesuai dengan prinsip pemilu demokratis.
Beberapa saat lalu, muncul Gerakan Nurani Bangsa (GNB) yang dimotori para tokoh bangsa muncul untuk menyerukan politik beretika. Di sisi lain, muncul ajakan ke publik untuk mengawal pemilu lewat aplikasi seperti Jaga Pemilu, Jaga Suara 2024.
Khairunnisa mengungkapkan, situasi dan kondisi saat ini juga memicu munculnya gerakan publik untuk pemilu. Kekecewaan sekaligus harapan menjadi kesadaran bersama untuk bergerak mengawal pemilu.
“Karena menjelang pemilu ini sudah muncul narasi-narasi agar pemilu tidak curang dan menjaga netralitas pemilu. Beberapa pemberitaan di media juga muncul adanya kecurangan-kecurangan, ada juga kekecewaan masyarakat terhadap lambannya penanganan laporan kecurangan di bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Situasi ini yang memunculkan inisiatif warga,” tegas sosok yang akrab disapa Ninis ini.
Di sisi lain, Ninis juga mengungkap bahwa gerakan masyarakat akan menjadi pencegah dari potensi kecurangan pemilu. “Munculnya inisiatif-inisiatif ini juga menunjukkan bahwa publik juga turut mengawasi, jadi bagi para pihak yang akan curang diingatkan oleh munculnya gerakan-gerakan publik seperti ini,” katanya.
Sementara itu, Peneliti Senior Politik BRIN, Prof Lili Romli mengatakan, kritik penyelenggaraan pemilu termasuk sikap Presiden yang cenderung mengintervensi, jangan dianggap sebagai angin lalu. “Presiden harus benar-benar berlaku adil, tidak boleh memihak dan diskriminatif,” kata Prof Lili.
Keprihatinan akan situasi penyelenggaraan pemilu yang jauh dari Jurdil, kental akan intervensi disoroti oleh sejumlah tokoh nasional dan agama yang tergabung dengan nama GNB.
“Saya kira, bisa mewakili keprihatinan publik terhadap penyelenggaraan pemilu sekarang, yang ditengarai ada intervensi presiden. Keprihatinan itu perlu direspon oleh presiden, jangan sampai dianggap angin lalu saja,” sebut Lili.
Tokoh dan masyarakat tidak diam, karena itu Presiden juga diminta peka dan mendengar. “Dengan adanya pernyataan, berarti memang sedang ada tanda-tanda bahwa presiden sudah tidak netral lagi. Pernyataan itu juga menjadi warning bagi presiden agar jangan cawe-cawe dalam pilpres ini,” tegas Prof Lili.
Upaya mengawal potensi kecurangan juga telah mendorong koalisi kubu Anies-Muhaimin dengan Ganjar-Mahfud Md melalui komunikasi intensif. Hal ini merupakan wujud sinyal perlawanan sekaligus langkah untuk mengantisipasi terjadinya potensi kecurangan pada Pemilu 2024
Lili juga memprediksi komunikasi paslon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD akan berlanjut hingga putaran kedua untuk berkoalisi, jika Pilpres dua putaran.
“Saya kira dengan membuka ruang komunikasi tersebur pertanda bahwa mereka yakin akan masuk putaran kedua sehinhga perlu ada penjajakan untuk membangun koalisi bersama,” Kata Prof Lili.
Beberapa waktu lalu, sekjen PDIP Hasto Krisyanto mengatakan TPN Ganjar-Mahfud membuka komunikasi dengan Timnas AMIN terkait potensi terjadinya kecurangan pemilu. Namun banyak pihak menduga, akan lebih dari itu.
“Mereka mencoba untuk membuka dialog lebih awal untuk mencari titik temu dan penyamaan persepsi untuk bersama-sama memenangkan kompetisi,” Imbuh Prof. Lili.
AMIN-GAMA membangun komunikasi lebih awal untuk ‘mengamankan’ barisan, sehingga tidak didahului yang lain. “Nampaknya mereka lebih awal membangun komunikasi agar jangan sampai didahului oleh kandidat lain, yg kemungkinan juga akan mengajaknya,” ungkap Prof Lili.
Komunikasi awal seperti ini krusial untuk menjadi modal langkah selanjutnya. “Komunikasi awal ini ada titik temu, dapat menjadi modal untuk langkah selanjutnya dalam membangun koalisi. Dengan kata lain, mencoba untuk “mengikatnya” lebih dulu agar tidak lari ke kandidat lain,” tandas Prof Lili. (nas)