INDOPOS.CO.ID – Penjabat Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Pj Gubernur Kep. Babel) Syafrizal Zakaria Ali (ZA) mengumumkan bahwa lima smelter terlibat dalam kasus korupsi tata niaga timah di Kepulauan Babel telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 1.000 pekerjanya.
“Data mengenai pekerja yang telah di-PHK di lima smelter ini masih belum tervalidasi, namun diperkirakan jumlahnya telah mencapai lebih dari seribuan pekerja yang telah diberhentikan oleh perusahaan,” katanya dalam keterangan, Rabu (1/5/2024).
Menurutnya, jumlah pekerja yang terkena PHK dari internal smelter mencapai 500 orang. Selain itu, terdapat sekitar 500 pekerja di sektor IUP smelter.
“Sopir pengangkut hasil tambang, dan sektor lainnya yang juga mengalami PHK, akibat dari tidak beroperasinya perusahaan selama proses hukum berlangsung,” ujarnya.
Ia pun menjelaskan, saat ini, dinas terkait sedang melakukan pendataan terhadap para pekerja yang diberhentikan oleh perusahaan tersebut. Dalam waktu dekat, kita akan mendapatkan data yang valid.
“Namun, diperkirakan sekitar 1.000 pekerja telah di-PHK karena smelter tersebut tidak beroperasi, akibat dari penyitaan aset smelter yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu,” jelasnya.
Sebagai informasi, dalam rilisnya, Jampidsus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah mengungkapkan bahwa Tim Direktorat Penyidikan Khusus (Pidsus) telah melakukan penyitaan terhadap aset perusahaan dari lima smelter yang beroperasi di Babel.
Aset tersebut termasuk 53 unit ekskavator dan dua unit buldoser dalam rangka penanganan kasus tindak pidana korupsi (tipikor) tata niaga pertimahan di Babel. Kelima smelter yang telah disita oleh Kejaksaan Agung adalah CV Venus Inti Perkasa (VIP), PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT Tinindo Internusa (TIN), dan PT Refined Bangka Tin (RBT). Semua smelter tersebut terlibat dalam kasus korupsi yang sedang diusut oleh Kejaksaan Agung.
“Tindakan ini tidak hanya bertujuan untuk menghentikan proses eksplorasi timah oleh masyarakat yang berdampak pada kehilangan pekerjaan, melainkan juga sebagai langkah untuk memastikan penegakan hukum yang lebih baik dalam pengelolaan pertimahan di masa mendatang,” pungkasnya. (fer)