INDOPOS.CO.ID – Kuasa hukum ahli waris PT Krama Yudha, Damianus Renjaan mengatakan bahwa majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat harus menolak gugatan perdata terkait utang piutang yang terdaftar dalam Sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Nomor. 226/PDT.SUS-PKPU/2023/PN.NIAGA. JKT.PST, yang mencakup utang-piutang senilai Rp700 miliar.
“Kami menganggap bahwa permohonan yang diajukan oleh para pemohon dalam perkara ini memiliki cacat hukum karena beberapa alasan. Karena itu, kami meminta majelis hakim untuk tidak dengan cepat mengeluarkan putusan PKPU terhadap ahli waris yang tidak memiliki pengetahuan tentang perjanjian yang dibuat oleh pewaris,” katanya dalam keterangan rilis yang diterima INDOPOS.CO.ID pada Minggu (20/8/2023).
Menurutnya, dalam kasus ini, terdapat tiga orang yang menjadi Termohon dalam perkara Nomor 226, yaitu Rozita Binte Puteh (Termohon I), Ery Rizly Bin Ekarasja Putra Said (Termohon II), dan Hesti Nurmalasari (Termohon III). Ketiganya dianggap bertanggung jawab atas utang sekitar Rp700 miliar.
Di sisi lain, terdapat empat orang yang menjadi Pemohon, yaitu Arsjad Rasjid (Pemohon I dan juga Ketua Umum Kadin Pusat), Said Perdana Bin Abubakar Said (Pemohon II), Indra P Said (Pemohon III), dan Daud Kai Rizal (Pemohon IV).
“Faktanya, keempat Pemohon dan tiga Termohon terkait bukanlah pihak yang menandatangani akta perjanjian nomor 78 pada tahun 1998 atau 25 tahun yang lalu. Sebaliknya, kelima pihak yang terlibat dalam akta 78 tersebut, semuanya sudah meninggal dunia,” ujarnya.
Damianus menjelaskan surat kuasa yang diberikan empat pemohon kepada kuasa hukumnya, bersifat umum, bukan pengajuan perkara PKPU.
“Kami melihat surat kuasa yang dari para ahli waris lainnya kepada para Pemohon PKPU, ternyata bersifat umum, hanya mau atau menagih bonus. Di surat kuasa itu, tidak ada perintah dari ahli waris lainnya untuk menyelesaikan kasus ini di pengadilan. Kalau bicara Hukum Acara Perdata, surat kuasa harus bersifat khusus, yakni untuk menggugat siapa di pengadilan mana, siapa penggugat, siapa tergugat,” jelasnya.
Dia pun menegaskan, jika mengacu pada UU Kepailitan dan PKPU sesuai ketentuan yang seharusnya, yang harus menandatangani surat permohonan PKPU adalah pemberi kuasa dan advokat yang mewakilinya. Ini berarti bahwa ahli waris lain yang termasuk dalam pemohon PKPU juga perlu ikut menandatangani permohonan PKPU tersebut.
“Namun, pada kenyataannya dalam surat permohonan ini, hanya para Pemohon PKPU yang menandatangani, sedangkan ahli waris lain yang disebutkan dalam surat kuasa tidak turut menandatangani,” tegasnya.
Dia menuturkan, saat pembacaan jawaban dari Termohon I dan II, pihaknya juga menyoroti bahwa perkara yang tengah berjalan ini tidaklah sederhana.
“Selain memiliki kelemahan dalam aspek administrasi, ternyata masih terdapat perkara lain yang terkait di PN Jakarta Selatan. Perkara tersebut menyangkut identifikasi siapa sebenarnya ahli waris Almarhum Pak Eka atau pewaris PT Krama Yudha (Persero). Karena itu, sebaiknya Arsjad Rashid dan tiga pemohon lainnya bersabar menunggu keputusan atau penetapan mengenai keabsahan ahli warisnya hingga sidang perdana pada 29 Agustus 2023,” tuturnya.
Dia menambahkan, penyelesaian perkara ini tidaklah semudah yang dianggapkan. Selain itu, perkara ini juga tidak berkaitan secara langsung dengan UU Kepailitan dan PKPU, dan bahkan tidak sesuai dengan isi Akta 78 yang menjadi perdebatan.
“Perkara yang berkaitan dengan akta 78 ini sebatas bonus yang diberikan, dan tidak ada utang-piutang sebesar Rp700 miliar yang harus dibayarkan oleh pihak Termohon kepada keempat pemohon. Jika dilihat dari sudut pandang hukum Islam, seperti yang telah kami jelaskan, yang diwarisi adalah pasiva atau harta, bukan utang. Oleh karena itu, sudah jelas bahwa ini adalah interpretasi yang menyimpang,” pungkasnya. (fer)