INDOPOS.CO.ID – Perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007 yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia kini tengah dibahas.
Kesadaran orang Betawi sudah berbeda dengan sebelumnya, bahkan intensitas keterlibatan Betawi akan menjadi perwujudan partisipasi masyarakat Betawi atas pembahasan UU 29/2007 tersebut.
Terhadap perubahan UU Kekhususan Jakarta ini, Tokoh Betawi asal Simprug Patal Senayan, KH. Ahmad Jaelani menyoroti dua hal agar pembahasan tidak menimbulkan gejolak dikemudian hari ketika diundangkan.
“Karena statusnya sebagai kota ekonomi global, Jakarta akan menjadi lebih komplek permasalahannya, baik interaksi maupun persaingan secara ekonomi, politik dan kebudayaan,” tuturnya, Jumat (22/9/2023).
foto dlm dsni
Pemilik Masjid Assa’adah di bilangan Senayan ini menjelaskan, yang pertama terkait dengan pelibatan tokoh Betawi dalam Dewan Pengawas Jabotabekjur, ini sangat penting. Orang Betawi harus menjadi bagian dalam Dewas Jabotabekjur agar interaksi ekonomi yang melibatkan teritorial daerah luar Jakarta dapat senafas dengan nilai, adab maupun kebudayaan Betawi.
“Pertumbuhan ekonomi itu penting dan menjadikan Jakarta sebagai Daerah Khusus Jakarta (DKJ) sebagai sentra ekonomi global juga penting. Namun lebih penting lagi menjaga nilai budaya Betawi di dalam arus perubahan Kota Jakarta,” katanya.
Kedua, terkait dengan pasal yang menjadi kawasan ekonomi, ini sangat berhati-hati. Karena soal tanah dan wilayah ekonomi strategis akan berdampak secara langsung kepada orang Betawi. Kawasan ekonomi budaya harus menjadi bagian tak terpisahkan pada pembahasan RUU DKJ.
Selain itu, Jaelani juga berharap, tokoh Betawi dan Ormas Betawi lainnya ikut mendukung dan berpartisipasi bersama karena RUU yang dibahas ini menyangkut hajat kepentingan Betawi secara keseluruhan, bukan hanya kepentingan segelintir orang.(rmn)