INDOPOS.CO.ID – Tuduhan berupa isu tindakan pelecehan seksual yang dilakukan Rektor Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno dinilai sebagai bentuk kriminalisasi dan penuh dengan nuansa politis.
Sebab, tuduhan tersebut tidak dilandasi bukti hukum yang memadai dan diorkestrasi pada saat menjelang pemilihan Rektor Universitas Pancasila periode 2024 – 2028.
Kuasa hukumnya Faizal Hafied menyebut, tuduhan yang dilayangkan sangat tidak masuk akal jika ditinjau dari aspek bukti dan kronologi. Dari aspek bukti, laporan tersebut tidak dilengkapi bukti – bukti yang cukup.
Sedangkan dari aspek kronologi, klaim pelapor bahwa kejadian tersebut terjadi pada Desember 2022 dan Februari 2023 sangat jauh jaraknya dengan waktu laporan dibuat.
“Seharusnya, jika benar kejadian pelecehan seksual itu ada, tidak harus menunggu sekitar satu tahun baru laporan tersebut dibuat,” kata Faizal dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (28/2/2024).
“Tentu dapat kita duga ada motif lain yang tujuannya adalah menjatuhkan harkat dan martabat klien kami,” tambahnya.
Apalagi, ada kisah yang sulit diterima akal sehat yang dibuat salah satu pelapor. Dia mengaku mengalami trauma berat dan berimbas pada hubungan rumah tangga.
Namun, masih bisa menjalani aktivitas pekerjaan di kampus dengan kondisi normal. “Dan, apa mungkin proses desak-mendesak oleh suaminya membutuhkan waktu satu tahun agar sang istri mau bercerita? sangat tidak masuk akal,” ucap Faizal.
Di sisi lain, pihaknya akan menghormati dan menjalani semua proses hukum yang telah diatur dalam Undang-Undang.
“Kami akan mendampingi klien kami untuk menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, sekaligus melaporkan balik pihak – pihak yang sudah merusak nama baik klien Kami,” imbuhnya.
Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila (YPPUP) akhirnya menonaktifkan Profesor ETH sebagai Rektor UP akibat kasus tersebut. (dan)