INDOPOS.CO.ID – Harian kredibel terbitan Singapura The Straits Times edisi Sabtu (14/10/2023) menyoroti sejumlah tindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang cenderung membidik pendukung dan partai pengusung Bakal Calon Presiden (Bacapres) Anies Baswedan.
Dalam berita berjudul “Indonesia’s anti-graft drive seen as targeting opposition camp (gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia dipandang menyasar kubu oposisi),” The Straits Times menyoroti mulai dari pemeriksaan Anies di KPK pada 7 September 2022, menjelang nominasi Bacapres Anies oleh Partai NasDem pada 2 Oktober 2022.
KPK saat itu menyelidiki kemungkinan korupsi Formula E yang, menurut The Straits Times dalam laporannya, ternyata tidak ditemukan adanya bukti korupsi.
Persis setahun setelah itu, giliran Bakal Calon Wakil Presiden (Bacawapres) Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum PKB diperiksa KPK pada 7 September 2023. Pemeriksaan tersebut hanya berselang lima hari setelah deklarasi Anies-Muhaimin (AMIN) di Surabaya. Begitu pula dengan pentersangkaan dua menteri dari NasDem Johnny G Plate dan Syahrul Yasin Limpo.
Karena itu, pengamat pun menilai ada dugaan bahwa pemerintahan Presiden Jokowi melakukan tebang pilih (cherry-picking) dengan menyasar terhadap pengusung dan pendukung Gubernur Jakarta periode 2017-2022 ini.
Menurut The Straits Times, menteri kabinet yang berafiliasi dengan kandidasi pencapresan Anies tampak menjadi target KPK.
Mengomentari tindakan KPK itu, seperti dikutip dari The Straits Times, Associate Professor Aditya Perdana, Direktur Eksekutif Algoritma Research and Consulting, menilai bahwa keadilan dalam berpemilu bukan hanya menjamin kebebasan pemilih atau rakyat untuk memilih pilihannya, tetapi juga harus memastikan bahwa setiap kandidat mendapatkan perlakuan setara untuk berkontestasi.
Menurut Aditya, pemanggilan oleh KPK telah memberikan tekanan kepada kandidat capres dan bisa secara tidak adil menyebabkan sorotan negatif publik terhadap Anies.
The Straits Times juga menyitir opini di majalah Tempo, bahwa keputusan KPK untuk menyatakan seseorang menjadi tersangka saat ini tidak bisa dilepaskan dari “kepentingan politik.”
Tempo menyoroti sejumlah politisi PDIP yang namanya hilang dari dakwaan dalam persidangan awal korupsi menteri NasDem. Padahal, nama-nama yang muncul dalam dakwaan itu berpotensi berubah menjadi tersangka di pengadilan.
Secara terpisah, pengamat komunikasi dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Serpong, Ambang Priyonggo, sepakat bahwa langkah KPK tersebut sulit untuk tidak dikaitkan dengan kepentingan politik.
“Dilihat dari pilihan kasusnya, momen-momen yang diambil, timing serta latar belakang orang-orang yang dibidik, maka ya susah untuk tidak berkesimpulan bahwa langkah KPK ini bermuatan politik. Apa yang dilakukan KPK tentu bisa menimbulkan wacana publik, bahwa langkah mereka itu semacam penggiringan opini yang bisa berdampak negatif bagi kandidat tertentu. Penting bagi KPK untuk bertindak objektif menjelang kontestasi pilpres 2024,” tandasnya. (dil)