INDOPOS.CO.ID – Pelaksana tugas (Plt) Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha Dunia Industri Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Uuf Brajawidagda menyampaikan pandangan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara maju dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
“Perlunya persiapan yang matang dalam mengoptimalkan sumber daya manusia dengan meningkatkan kemampuan dan produktivitas di dunia kerja,” katanya dalam diskusi hybrid bertajuk “Mendukung Kekuatan Ekonomi Nasional Melalui Tumpuan Pendidikan Vokasi” di Jakarta, Selasa (11/12/2023), yang digelar Study Club CEMPAKA bekerja sama dengan Direktorat Kemitraan dan Penyelarasaan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI), Kemendikbudristek, Universitas Yarsi, dan Meeting.ai. Selasa (14/11/2023).
Menurutnya, pendidikan vokasi dianggap sebagai pilar utama dalam percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, yang diharapkan dapat menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
“Pendidikan vokasi stay relevan. Kita beri bekal para siswa fleksibel untuk mengantisipasi perkembangan zaman,” ujar Uuf.
Ia menuturkan, pendidikan vokasi di Indonesia saat ini mencakup sekitar 14.000 SMK, 2.000 program studi vokasi, dan 273 Politeknik dan Akademi Komunitas, 17.000 lembaga pelatihan dan kursus.
“Kehadiran lembaga vokasi ini dapat dikaitkan dengan agenda pembangunan ekonomi sehingga stay relevan dengan agenda ekonomi ansioanl dan daerah,” tuturnya.
Ia menjelaskan, tiga tahun terkahir, Kemendikbudrsitek mencoba membuka sekat-sekat pendidikan voaksi. Lembaga kursus dan pelatihan memiliki program PKK dan PKW, di level SMK ada SMK Pusat Keunggulan dan pemadanan dukungan, hingga di peguruan tinggi vokasi ada matching fund. Ada juga program lain dengan membuat ekosistem kemitraan di daerah.
“Jadi, Mitras DUDI mendorong pemanfataan sekat-sekat yang makin terbuka di satuan pendidikan untuk menjadi kemitraan di daerah guna menggali potensi di daerah sehingga bisa berkontibusi di daerah,” jelas Uuf.
Senada dikatakan, Direktur Segara Research Institute, Piter Abdullah Redjalam. Ia mengatakan untuk menjadi negara maju, Indonesia harus meningkatkan pendapatan per kapita di atas 13.000 dollar Amerika Serikat (AS) dari saat ini masih 4.000 dollar AS.
“Tidak mudah untuk meningkatkan menjadi negara maju karena dibutuhkan pertumbuhan ekonomi luar biasa. Untuk jadi negara maju butuh pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 persen selama 10-15 tahun ke depan Selama era Presiden Jokowi, pertumbuhan rata-ratal ima persen. Namun, potensi untuk maju itu ada karena Indonesia punya sumber daya alam, dan bonus demografi,” ujar Piter.
Agar bonus demografi mendukung pertumbuihan ekonomi, ujar Piter, harus ada lapangan pekerjaan yang cukup, jangan terjadi ledakan pengangguran. Tiap pertumbuhan ekonomi satu persen menyerap sekitar 250.000 angkatan kerja. Jika lima persen, berarti hanya sekitar 1,25 juta lapangan kerja formal. Padahal, pertumbuhan angkatan kerja mencapai tiga juta. Bahkan, embaga Demografi UI mengatakan sudah empat juta. Piter meyakini pendidikan vokasi yang mengutamakan skill akan mendukung pemanfaatan bonus demografi. Namun, perlu dipastikan skills yang dimiliki lulusan selaras dengan industri.
“Bukan gekar lagi yang dikejar, tapi kemampuannya pada bidang-bidang tertentu tertentu sehingag industri mudah menyerap lulusan,” ujar Piter.
Selain itu, Direktur ASTRAtech, Ricardus Henri Paul mengatakan kunci keberhasilan pendidikan vokasi yakni adanya ekosistem yang mendukung. Untuk link and match cair karena terkait dengan industri, dosen praktisi juga banyak Selain itu, berbagi keahlian dari para praktisi dan review kurikulum bersama, dan karakter juga dibentuk. Pendidikan voaksi dengan model Astratech Dual System berjalan. Di tahun awal, para mahasiswa membuat produk yang sama seperti di industri, lalu tahun ketiga dan keempat magang atau apprenticeship sehingga siap kerja. Bahkan untuk penilaian akhir, dari sisi dukungan pada produsktivitas industri.
“Suasana industri itu sudah dirasakan mahasiswa sejak awal. Dengan demikian mereka siap unutk bekerja dengan karakter yang dibutuhkan industri,” kata Paul.
Tak hanya itu, Direktur Program Pendidikan Vokasi Universitas Indonesia, Padang Wicaksono mengatakan lulusan vokasi di UI ada yang nol bulan menunggu masa kerjanya. Jika program studi sesuai kebutuhan pasar, permintaan tenaga kerja tinggi, bahkan sebelum lulus mahasiswa sudah mendapat tawaran kerja.
Di tahun 2023, tiga program studi terpopuler masa tunggu lulusan nol bulan di program voksi UI yakni manajemen rekod dan arsip, administrasi perpajakan, dan okupasi terapi. Dengan teaching factory, kecakapan hardskills dan softskills mahasiswa dibangun sejak di kampus.
Rektor Universitas Yarsi Fasli Jalal mengatakan keselarasan atau link and match pendidikan vokasi dan industri harus diwujudkan. Pendidikan vokasi harus memastikan lulusan yang memiliki kemampuan berpikir analitis, siap untuk terus dilatih atau terus belajar, dan kuat dalam softskills yang dibutuhkan dalam dunia kerja.
“Karena itu, perlu untuk dipetakan mana yang menjadi tanggung jawab institusi pendidian, transisi dari pendidikan ke dunia kerja, dan ketika di dunia kerja,” pungkas Fasli. (fer)