INDOPOS.CO.ID – Ketua Ikatan Penulis Indonesia (Ikapi) Arys Hilman mengatakan, indeks literasi bukan sekedar melek huruf. Untuk memenuhinya harus ada kebiasaan membaca dan akses bacaan bagi siswa.
“Masyarakat harus bisa mengakses tempat bacaan. Bukan sekedar buku umum, tapi juga buku non umum di sekolah,” katanya.
Buku, menurut dia, harus melalui penilaian. Apalagi jenis buku umum (non teks) yang harus masuk perpustakaan untuk anak-anak.
“Buku konteks ini tidak harus menghafal, tapi menjadikan anak gemar membaca,” ungkapnya.
Ia mengatakan, tes Pisa diberikan kepada siswa berusia 15 tahun. Apabila gemar membaca dilakukan sejak dini, maka pada usia tersebut indeks literasinya akan lebih baik.
“Jelas diatur dalam UU, tanggung jawab Kemendikbudristek bukan sekedar pemenuhan buku pendidikan saja, tapi juga buku umum,” katanya.
“Untuk kami dilibatkan pada standar kompetensi kerja para pelaku perbukuan,” imbuhnya.
Diketahui, Program for International Student Assessment (PISA) atau Program Penilaian Pelajar Internasional yang diselenggarakan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mengukur prestasi literasi membaca, matematika, dan sains pada peserta didik usia 15 tahun.
Tes PISA dilakukan setiap 3 tahun sekali. Indonesia terakhir kali tes PISA ini di tahun 2018. Hasilnya menempatkan Indonesia diurutan ke 74 untuk tes literasi, urutan ke 73 untuk matematika, dan urutan ke 71 untuk sains. Seharusnya tes PISA ini dilakukan kembali tahun 2021, namun terhalang oleh pandemi Covid-19. (nas)