INDOPOS.CO.ID – Lembaga Adat dan Lembaga Kebudayaan Betawi menjadi pilihan bagi masyarakat Betawi untuk dimasukan dalam perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2007.
Ketua Dewan Pengarah Penyusunan Naskah Kaukus Muda Betawi, Lutfi Hakim, mengatakan, sebagai usulan berbasis data dan metode yang dianalisis oleh Kaukus Muda Betawi, kondisi Jakarta saat ini mengalami banyak perubahan akibat pembangunan dan globalisasi.
“Betawi sebagai masyarakat inti Jakarta dengan budaya yang khas menginginkan adanya frasa ‘Lembaga Adat dan Lembaga Kebudayaan Betawi’ sebagai bentuk menjaga eksistensi Betawi serta membangun ketahanan budaya dan sumber daya masyarakat Betawi dalam lingkup NKRI,” ujar Lutfi, pada acara Halaqoh Ulama dan Tokoh Betawi dengan tema “Satu Abad Kebangkitan Betawi” Menyongsong Abad Kedua Betawi Lepas Landas di Pondok Pesantren Al Hamid, Kelurahan Cilangkap, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur, Rabu (8/11/2023).
Mengutip apa yang disampaikan Presiden Soekarno, ‘Orang Betawi adalah inti dari penghuni Jakarta. Masyarakat Betawi merupakan masyarakat yang mendiami area Jakarta dari sejak lama. Betawi bukan hanya suku yang sudah lama mendiami Jakarta, tapi juga salah satu suku yang cukup besar populasinya di Jakarta.
Suku Betawi bertahan di daerah Jakarta ini dengan mempertahankan adat dan budayanya dalam kehidupannya. Atas dasar itulah, frasa ‘Lembaga Adat dan Lembaga Kebudayaan Betawi’ diusulkan dalam rancangan UU yang akan dibahas nantinya.
Secara relasi kenegaraan, Lembaga Adat dan Lembaga Kebudayaan Betawi sudah mendapat pengakuan dari negara pada masa awal kemerdekaan Indonesia, pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat adat secara yuridis konstitusional tersirat dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Demikian juga di masa reformasi, amandemen UUD 1945, pengakuan dan penghormatan terhadap masyarakat adat telah diatur dengan tegas dalam Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 bahwa ‘Negara mengakui dan menghormati masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang dalam kenyataan masih ada, sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI dan diatur dalam UU’.
Dalam alinea IV Pembukaan UUDNRI juga memuat Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan falsafah bangsa Indonesia. Pengakuan dan penghormatan negara terhadap masyarakatnya terangkum dalam sila kedua, ketiga, keempat dan kelima.
“Nilai kebersamaan itu diimplementasikan dengan memelihara semangat ‘kebhinekaan dan musyawarah dalam menyelesaikan konflik’ untuk mewujudkan persatuan Indonesia. Masyarakat Betawi yang ada di wilayah NKRI bersifat plutralistik karena ada yang didasarkan pada aspek keturunan, teritorial dan campuran antar genealogis dan teritorial,” bebernya.
Dengan demikian, pengakuan dan penghormatan negara terhadap masyarakat Betawi mengandung makna bahwa negara menjamin sistem hukum kelembagaan adat maupun kebudayaan Betawi sebagaimana perundangan yang berlaku di Indonesia yang mencakup unsur hukum tertulis, hukum adat dan hukum agama harus menjamin dan menegakkan nilai-nilai hukum yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945. (rmn)