INDOPOS.CO.ID – Ketua Ikatan Alumni (ILUNI) Fakultas Hukum UI, Rapin Mudiardjo menentang pemaksaan instrumen pidana dalam kasus murni perdata. Sebab tindakan itu bentuk kesewenang-wenangan hukum.
Kendati demikian, Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) sangat mengapresiasi putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang telah membebaskan Saudara Ibnu Rusyd Elwahby dari seluruh dakwaan dan tuntutan. Ibnu tidak terbukti karena perbuatannya bukan tindak pidana.
“Putusan Kasasi dalam perkara Ibnu Rusyd tersebut bertentangan dengan upaya Mahkamah Agung (MA). Banyaknya putusan MA terdahulu yang secara konsisten berpendapat bahwa perkara bermuatan perdata tidak dapat dijatuhi pidana,” kata Rapin Mudiardjo di Jakarta, Selasa (6/6/2023).
Ia menegaskan, penerapan pasal pidana pencucian uang bagi perkara dengan konteks keperdataan yang sangat kental, tidaklah sesuai dengan tujuan pembentukan undang-undang (UU) itu sendiri.
“Instrumen pidana pencucian uang seyogyanya diberlakukan bagi kejahatan yang merugikan banyak orang. Dengan akibat yang berdampak luas terhadap sistem keuangan dan perekonomian negara,” ungkapnya.
“Sementara kasus ini hanya melibatkan antar-korporasi dan beberapa individu di dalamnya. Dan sama sekali tidak berhubungan dengan kepentingan negara dan menimbulkan kerugian masyarakat, bahkan tidak terbukti tuduhan penipuan sebagai pidana asalnya (predicate crime),” imbuhnya.
Oleh karena itu, masih ujar dia, ILUNI UI mempertanyakan logika dan alasan hukum putusan Kasasi yang menghukum Saudara Ibnu Rusyd dengan pasal pidana pencucian uang dengan hukuman penjara maksimal 13 tahun. Sebab, bila pandangan tersebut dibenarkan, dikhawatirkan akan menimbulkan keresahan dan ketidakpastian bagi dunia usaha dan investasi. “Karena siapa pun pelaku usahanya, sewaktu-waktu dapat diancam dengan tindak pidana yang sama,” katanya.
Ia menuturkan, ILUNI UI sangat mengapresiasi upaya MA dalam mempercepat penanganan perkara dengan menerbitkan kebijakan insentif bagi penyelesaian kasus yang tepat waktu yang sesuai dengan tingkat urgensi perkara. Dalam kasus ini, menurutnya, kasasi diputus dalam waktu yang cepat, yaitu dalam waktu 19 hari.
Namun, lanjutnya, dalam kenyataannya, masih banyak Hakim Agung yang menghadapi tumpukan perkara hingga menyebabkan lamanya putusan. “Kami mempertanyakan bagaimana Majelis Hakim Kasasi mampu mempelajari berkas perkara ini namun dengan putusan yang sangat bertolak belakang dalam waktu yang begitu cepatnya dibandingkan dengan kasus-kasus lain pada umumnya,” terangnya. “Padahal perkara Saudara Ibnu bukan perkara prioritas yang musti diputus cepat,” imbuhnya.
ILUNI UI, dikatakan dia, tetap menghormati dan menjunjung tinggi asas-asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence), independensi peradilan dan kesamaan di hadapan hukum (equality before the law). “Tim Advokasi Hukum dari Fakultas Hukum UI akan mengawal, mendampingi dan memberikan bantuan hukum yang diperlukan oleh Saudara Ibnu Rusyd untuk memperjuangkan keadilan, termasuk melakukan eksaminasi terhadap prosedur penanganan perkara serta materi putusan kasasi, pendampingan dalam upaya hukum
Peninjauan Kembali, dan advokasi lainnya yang dianggap perlu sehubungan dengan perkara tersebut,” tegasnya.
Dikatakan dia, ILUNI UI juga meminta pimpinan MA dan jajarannya untuk memberikan perhatian yang tidak terbagi, terhadap penanganan perkara pidana yang sejatinya merupakan
sengketa keperdataan dan komersial. Untuk sedapat mungkin diselesaikan melalui jalur negosiasi, mediasi, arbitrasi atau penyelesaian sengketa alternatif lainnya.
“MA harus mencegah upaya memidanakan atau kriminalisasi orang-orang yang tidak memenuhi unsur pidana demi tujuan di luar hukum,” ucapnya.
“Pimpinan lembaga peradilan di setiap tingkatan memastikan para hakim, panitera dan jurusita di semua tingkatan bertindak profesional, menjaga integritas serta marwah peradilan yang bebas intervensi dan pengaruh apapun, termasuk dalam perkara yang menyangkut Saudara Ibnu Rusyd Elwahby,” imbuhnya.
Dia juga meminta pimpinan pimpinan Kepolisian dan Kejaksaan Agung beserta jajarannya untuk memberikan perhatian yang serius dan tidak terbagi untuk memastikan bahwa tugas aparat penyidik dan penuntut musti dilakukan secara profesional, penuh integritas, menjaga kode etik dan wibawa lembaga, bebas dari intervensi.
“Kami mendorong pimpinan DPR, Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Pembinaan Hukum Nasional, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) hingga organisasi-organisasi advokat untuk menelaah kembali penerapan pasal-pasal pidana umum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, agar tidak melenceng,” jelasnya.
“ILUNI UI akan terus berkomitmen untuk membela kebenaran hukum, turut mengawal proses yang sedang berjalan demi menghadirkan keadilan yang berkualitas,” imbuhnya.
Sebelumnya, Iluni UI menerima pengaduan dari salah satu alumni, Ibnu Rusyd Elwahby. Ibnu merasa dikriminalisasi dan dihukum secara tidak adil. Pada keputusan tingkat kasasi oleh Majelis Hakim Mahkamah Agung RI, Ibnu dinyatatakan bersalah. Dia dihukum pidana maksimal 13 tahun penjara atas dakwaan penipuan dan tindak pidana pencucian uang. Kasus itu diduga kuat sarat dengan unsur kriminalisasi. Pasalnya, pada proses hukum di tingkat pertama menghasilkan putusan Ibnu Rusyd Elwahby dinyatakan bebas murni. Seharusnya, objek perkara diselesaikan pada ranah perdata. (nas)