INDOPOS.CO.ID – Di tengah krisis iklim, krisis pangan, dan krisis energi yang melanda dunia saat ini, pasangan calon presiden dan wakil presiden (Capres-Cawapres) Ganjar Pranowo dan Mahfud MD merumuskan lima arah kebijakan politik luar negeri untuk menghadapi tantangan global namun tetap sejalan dengan kepentingan nasional.
“Demokrasi mundur, dominasi negara kuat pada yang kurang kuat terjadi, perang terjadi, hari ini kita melihat seluruh dunia sedang protes apa yang terjadi antara Palestina dan Israel. Kita harus menjalin hubungan dengan banyak negara yang saling menguntungkan dan tidak saling menindas,” ujar Ganjar Pranowo dalam keterangan tertulis, Sabtu (6/1/2024).
Dalam lima arah kebijakan luar negeri, Ganjar dan Mahfud berupaya menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia, mencapai kemandirian energi, memperkuat kedaulatan maritim, menjadi pusat “safe haven” industrialisasi, dan melindungi warga negara Indonesia (WNI) di luar negeri.
Krisis pangan merupakan ancaman global yang perlu segera diatasi. Menurut estimasi FAO, pada 2022 ada sekitar 735,1 juta orang yang mengalami kelaparan di berbagai belahan dunia, setara dengan 9,2 persen dari total populasi global. Jumlah itu sedikit turun dibanding 2021. Namun, jika dibandingkan dengan satu dekade sebelumnya kondisi kelaparan global pada 2020 lebih buruk.
Di tengah krisis tersebut, Ganjar optimistis Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi lumbung pangan dunia. Terlebih jika melihat negara-negara tetangga, seperti Vietnam, Thailand, India, dan Tiongkok. Ganjar menekankan pentingnya memastikan pasokan pangan yang berkelanjutan, terutama dalam situasi konflik atau perang.
Dalam menyelesaikan permasalahan energi, Ganjar mengatakan bahwa Indonesia harus meningkatkan produksi energi, terutama pengunaan energi terbarukan. Sebagai negara tropis dengan karakteristik geografis kepulauan, Indonesia memiliki potensi aneka energi terbarukan (hidro, surya, angin, dan arus laut) yang besar.
Berdasarkan Buku Statistik EBTKE, total potensi energi hidro di Indonesia mencapai 94,47 GW. Adapun total potensi energi surya dan angin masing-masing mencapai 207,9 GW dan 60,64 GW. Kebijakan energi terbarukan di Indonesia diatur dengan Undang-undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi.
UU tersebut mengamanatkan bahwa penyediaan Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBT) wajib ditingkatkan oleh pemerintah pusat dan daerah, sesuai kewenangannya. Hal ini sejalan dengan peta jalan global untuk mengatasi krisis iklim dan mencapai target nol emisi pada 2060.
Adapun kebijakan soal kedaulatan maritim, Ganjar berencana untuk memberikan nama Indonesia kepada pulau-pulau terluar. “Ini salah satu cara untuk melindungi pulau Indonesia agar tidak diakui oleh negara lain,” kata Ganjar.
Ganjar juga akan menggandakan anggaran pertahanan laut dan memperkuat patroli maritim untuk menjaga keamanan dan kedaulatan wilayah laut Indonesia. Ia juga akan bekerja sama dengan negara-negara tetangga untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan.
Kebijakan yang keempat, Ganjar ingin menjadikan Indonesia sebagai “safe haven” industrialisasi. Menurut Ganjar, perang dagang antara AS dan Tiongkok telah mengganggu rantai pasok dan membuat investor khawatir. Indonesia harus menyambut peluang dan menjadi hub alternatif. “Di sinilah peran diplomat dibutuhkan,” ujarnya.
Penyiapan sumber daya manusia juga penting. Sekolah-sekolah vokasi disiapkan untuk menyambut lapangan kerja yang baru. “Ini yang saya lakukan di Jawa Tengah dengan membangun sekolah vokasi,” kata Ganjar.
Sedangkan kebijakan kelima, Ganjar berkomitmen untuk melindungi WNI di luar negeri. Sejauh ini ada 18.820 kasus perlindungan WNI di luar negeri. Ganjar mengatakan bahwa Indonesia akan meningkatkan kerja sama dengan negara-negara sahabat untuk mencegah terjadinya kejahatan dan diskriminasi terhadap WNI.
Selain itu persoalan diaspora, sebanyak 60 persen diaspora ingin kembali ke Indonesia. Masalahnya, menurut Ganjar, di Indonesia belum banyak tersedia karier untuk menampung keahlian mereka. “Ini yang harus kita pecahkan, libatkan mereka dalam riset dan inovasi.”
Ganjar juga mengatakan perlunya peraturan visa yang resprokal. Menurut Henley Passport Index, ada 76 negara yang membebaskan visa atau hanya membutuhkan Visa on Arrival atau eTA (Electronic Travel Authority) untuk turis asal Indonesia. “Targetnya Indonesia bisa bebas visa di 120 negara,” katanya.
Ganjar berkeyakinan bahwa melalui langkah-langkah tersebut, Indonesia dapat membangun kemandirian, keberlanjutan, dan kepentingan nasional yang lebih kuat di tingkat global. Ia menekankan pentingnya diplomasi yang berkelanjutan dan peran diplomat yang lebih aktif dalam menyelesaikan masalah-masalah bilateral dan multilateral demi kepentingan bersama. (nas)